PELAKSANAAN HUBUNGAN KONSELING (HELPING RELATIONSHIP)
oleh Hena Sumarni,11 Juli 2010
Keterampilan melaksanakan hubungan konseling hendaknya tidak hanya dimiliki oleh guru BP saja. Semua guru termasuk di dalamnya guru mata pelajaran seyogyanya menguasai keterampilan melaksanakan bimbingan konseling ini. Setiap mata pelajaran tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Mulai dari bahan ajar, metode, tingkat kesukaran, kompetensi yang harus dicapai serta hal-hal mendasar lainnya yang berhubungan dengan kurikulum sebuah mata pelajaran. Hal ini tentu disikapi secara berbeda-beda oleh subyek didik. Dalam kondisi inilah tercipta sebuah interaksi antara individu yang satu dengan individu lainnya. Dan ketika interaksi itu tercipta maka di sanalah seharusnya tercipta hubungan yang saling menguntungkan. Simbiosis mutualisma.
Simbiosis mutualisma yang dimaksud dalam konteks ini adalah hubungan yang terjalin secara menguntungkan bagi subyek didik dan menguntungkan pula bagi pendidiknya. Ketika pendidik dengan penuh semangat menyampaikan uraian materi pelajaran, akan sangat diuntungkan jika subyek didik yang dihadapi memberikan tanggapan dengan sebaik-baiknya. Bila tolak ukurnya adalah tingkat ketuntasan, maka tanggapan terbaik siswa atas materi pelajaran yang diterimanya adalah menunjukan angka prosentase 100%. Tetapi, bagaimanakah jika kenyataan di lapangan menunjukan hal yang sebaliknya?
Dalam konteks situasi seperti inilah keterampilan pelaksanaan hubungan konseling diperlukan oleh guru mata pelajaran. Karena pemecahan masalah kesulitan belajar hanya akan berjalan secara efektif jika guru mata pelajaran yang bersangkutanlah yang menyelesaikannya. Guru mata pelajaran akan dapat bekerja secara terarah agar tepat sasaran.
Secara umum, bimbingan konseling bertujuan untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membantu setiap individu yang membutuhkannya. Beberapa bidang atau profesi yang melakukan hubungan konseling antara lain adalah: dunia kedokteran/kesehatan, perusahaan dan industri, serta bidang pendidikan. Pada umumnya, bidang pendidikan selalu berintikan pada kegiatan bimbingan. Bimbingan dilaksanakan agar anak didik menjadi kreatif, produktif, dan mandiri. Dengan kata lain, pendidikan berupaya untuk mengembangkan individu anak. Hal-hal yang termasuk ke dalam perkembangan individu anak meliputi segala aspek dalam diri anak, yakni: intelektual, moral, sosial, kognitif, dan emosional. Dan kegiatan bimbingan dan konseling adalah suatu upaya untuk membantu perkembangan aspek-aspek tersebut menjadi optimal, harmonis, dan sewajarnya. Selanjutnya diharapkan tercipta sebuah relasi, yakni relasi pendidikan antara pendidik dan subyek didik. Relasi pendidikan antara pendidik dan subyek didik merupakan hubungan yang membantu karena selalu diupayakan agar ada motivasi pendidik untuk mengembangkan potensi anak didik dan membantu subyek didik memecahkan masalahnya.
Masalah yang dihadapi anak didik, hubungannya dengan mata pelajaran atau bidang studi adalah meliputi hal-hal sebagai berikut: tidak menyukai mata pelajaran tertentu, tidak menyukai guru tertentu, sulit memahami materi yang diajarkan, kurangnya konsentrasi pada waktu belajar, lingkungan kelas yang kurang mendukung, anggota kelompok yang tidak kooperatif dan sebagainya. Tentu saja hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Harus dicari sebuah upaya untuk menanggulanginya. Dengan melaksanakan bimbingan konseling inilah upaya-upaya memecahkan masalah yang dihadapi siswa dapat dilakukan.
Menurut Arthur J. Jones (1970), bimbingan dapat diartikan sebagai “ the help given by one person to another in making choices and adjustment and in solving problems”. Pemberian bantuan kepada seseorang dalam memecahkan masalah-masalahnya. Sebuah pernyataan yang sangat sederhana tetapi sarat dengan makna. Ada dua unsur yang terlibat secara langsung dalam proses bimbingan tersebut, yaitu pembimbing (pendidik) dan terbimbing (subyek didik).
Sebagai langkah awal dalam kegiatan helping relationship adalah memahami klien. Klien adalah semua individu yang diberi bantuan secara profesional oleh seorang konselor (pembimbing) baik atas permintaan dirinya sendiri ataupun pihak lain. Hubungannya dengan yang sering kita temukan di lapangan adalah klien yang kita hadapi klien yang diberi bantuan bukan atas dasar permintaannya sendiri, melaikan atas permintaan orang lain terutama kita sebagai pengajar mata pelajaran yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, kita sebagai guru mata pelajaran, harus memiliki keterampilan tertentu agar proses konseling berjalan secara kondusif, produktif, kreatif dan menunjukan hasil yang baik. Dengan kata lain proses konseling berjalan dengan sukses. Menurut Shertzer and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan dan kegagalan proses konseling ditentukan oleh tiga hal, yakni: kepribadian klien, harapan klien, dan pengalaman/pendidikan klien.
Kepribadian klien sangat berperan penting untuk menentukan keberhasilan proses konseling. Aspek-aspek kepribadian klien seperti: sikap, emosi, intelektual, dan motivasi perlu mendapatkan perhatian dengan sebaik-baiknya. Seorang klien yang cemas ketika sedang berhadapan dengan konselor akan terlihat dari prilakunya. Seorang konselor yang baik tentu harus berusaha menentramkan kecemasan kliennya dengan berbagai cara. Dalam istilah konseling dikenal dengan sebutan teknik attending yaitu keterampilan menghampiri, menyapa, dan membuat klien betah dan mau berbicara dengan konselor. Ataupun bisa dengan cara mengungkapkan perasaan-perasaan cemas kliennya semaksimal mungkin dengan cara menggali atau mengeksplorasi, sehingga keluar dengan leluasa bahkan mungkin sampai klien tersebut mengeluarkan air mata, sehingga klien dapat mencurahkan semua permasalahan yang dihadapinya kepada konselor.
Harapan klien. Dapat diartikan sebagai adanya kebutuhan yang ingin terpenuhi melalui proses konseling. Pada umumnya, harapan klien terhadap proses konseling adalah untuk memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban dan mencari solusi dari persoalan yang sedang dialami serta mendapatkan petunjuk dan arahan bgaimana dirinya menjadi lebih baik dan lebih berkembang. Sebagai konselor yang baik, tentu kita harus pandai dan terampil mengarahkan dan memupuk harapan terbimbing (subyek didik) ke arah yang lebih realistis. Bahwa dengan melakukan bimbingan diharapkan dapat menjadi jalan merubah dirinya ke arah yang lebih baik.
Pengalaman dan pendidikan klien. Pengalaman dan pendidikan klien merupakan faktor yang turut menentukan keberhasilan proses konseling. Dengan pengalaman dan pendidikan tersebut, klien akan lebih mudah menggali dirinya sehingga persoalannya makin jelas dan upaya pemecahannya makin terarah. Pengalaman klien dalam kegiatan konseling bisa digali melalui kegiatan berkomunikasi, seperti wawancara dan berdiskusi sehingga klien secara terbuka mau menceritakan semua permasalahan yang dihadapinya.
Dengan demikian konselor akan dapat terbantu dalam merumuskan dan menentukan langkah selanjutnya yang diperlukan oleh klien untuk menunjang keberhasilan proses konseling. Dari ketiga hal yang telah diuraikan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa tahap-tahap konseling dapat dilakukan seperti di bawah ini:
Tahap awal. Meliputi kegiatan attending (keterampilan menghampiri, menyapa, dan membuat klien betah dan mau berbicara dengan konselor), empati primer dan advance ( berempati terhadap masalah yang dihadapi klien), refleksi perasaan ( upaya untuk menangkap perasaan, pikiran, dan pengalaman klien kemudian merefleksikannya kembali pada klien), eksplorasi perasaan, pengalaman dan ide, menangkap ide-ide/pesan-pesan utama, bertanya terbuka, mendefinisikan masalah bersama klien, dorongan minimal (minimal encouragement).
Tahap pertengahan. Teknik yang dibutuhkan pada tahap ini adalah: memimpin (leading), memfokuskan (focusing), mendorong (supporting), menginformasikan (informing), memberi nasehat (advising), menyimpulkan sementara (summarizing), dan bertanya terbuka (open question).
Tahap ahir. Tahap ini disebut tahap konseling (action). Teknik yang dapat digunakan pada tahap ini adalah: menyimpulkan, memimpin, merencanakan, mengevaluasi dan mengakhiri proses konseling.
Sumber: KONSELING INDIVIDUAL
Teori dan Praktek
Prof. DR. Sofyan S. Willis
Penerbit ALFABETA BANDUNG – 2007
(Ditranslate kana basa Sunda, Mangle-No. 2287 1-6 September 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar