Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Melalui kegiatan berbahasa manusia dapat saling berkomunikasi, berbagi pengalaman, saling belajar, bertukar pendapat, mengemukakan gagasan-gagasan dan keinginannya.
Sebagai alat komunikasi, bahasa mempunyai komunitas penutur tertentu. Begitu pula halnya dengan bahasa Sunda. Bahasa Sunda merupakan bahasa ibu (native language) bagi masyarakat Sunda. Baik yang berdomisili di lingkungan pemerintahan Provinsi Jawa Barat ataupun yang tersebar di luar wilayah Provinsi Jawa Barat bahkan hingga mancanegara.
Dengan jumlah penutur yang terhitung banyak, bahasa Sunda termasuk bahasa adaerah terbesar kedua di Indonesia setelah bahasa Jawa. Eksistensi bahasa Sunda sebagai bahasa daerah memberi sumbangsih yang sangat besar untuk kekayaan khazanah kosa kata bahasa nasional kita yaitu bahasa Indonesia. Oleh karena itu, keberadaannya dilindungi oleh UUD 1945, Bab XV, Penjelasan Pasal 36 yang menyebutkan bahwa “ Bahasa-bahasa daerah yang dipelihara oleh rakyatnya akan dipelihara dan dihargai oleh negaranya.”
Untuk lebih menegaskan eksistensi bahasa Sunda, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan peraturan daerah yaitu Peraturan Daerah Nomer 5 Tahun 2003 tentang “ Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Aksara Daerah.” Dua hal tersebut di atas menjadi payung hukum yang kuat, baik bagi masyarakat Sunda, Pemerintahannya dan bahasa Sunda itu sendiri.
Sebagian besar komunitas penutur bahasa Sunda merupakan masyarakat pedesaan yang tersebar di seluruh pelosok wilayah Provinsi Jawa Barat. Secara umum, pada kategori ini komunitas penutur mempunyai sikap bahasa (language attitude) yang masih sangat baik. Sikap bahasa itu meliputi kesetiaan bahasa (language loyalty), kebanggaan bahasa (language pride), dan kesadaran akan adanya norma bahasa (awareness of the norm). (Garrin dan Mathiot, 1968: dalam Pengantar Awal Sosiolinguistik, Drs. Suwito).
Kesetiaan bahasa dapat dilihat dari sikap masyarakat penutur yang mempertahankan kemandirian bahasanya. Ia akan cenderung menggunakan kata-kata, struktur kalimat dan intonasi yang khas ketika berkomunikasi dengan komunitas penutur bahasa lain. Kekhasan tersebut dapat berupa kata-kata tertentu yang menandai dari etnis mana penutur tersebut berasal. Bagi orang Sunda, kata-kata seperti mah, tѐh, tѐa,
kѐtang, dan sebagainya yang digunakan ketika ia melakukan komunikasi menggunakan bahasa lain merupakan tanda kesetiaan bahasanya. Begitu pula dengan kata ndak dan inda pada bahasa Jawa dan Padang yang berarti tidak.
Kebanggaan bahasa merupakan sikap seseorang atau sekelompok orang yang menjadikan bahasanya sebagai lambang identitas. Pada era global seperti sekarang ini, hal tersebut rupanya mengilhami beberapa orang untuk dijadikan mata pencaharian terutama di bidang entertain. Banyak artis dan selebritis yang menjadikan bahasanya sebagai identitas, trade mark, yang membedakan ia dengan orang lain. Misalnya seperti: Ida Kusumah, Ki Daus, Abah Us Us, Sule Steven dan sebagainya. Mereka mendapatkan dua keuntungan, spirituil dan materil. Keuntungan spirituil bagi mereka terlihat dalam perwujudan rasa bangga ketika menjadi bagian dari penutur bahasa daerahnya. Sedangkan keuntungan materil mereka dapatkan dengan cara mengkomersilkan kekhasan tuturan dalam menggunakan bahasa daerahnya.
Kondisi komunitas penutur yang masih memiliki sikap bahasa yang baik dan konsisten terjadi pada masyarakat pedesaan.
Masalah yang kompleks terjadi pada komunitas penutur bahasa Sunda di perkotaan. Lingkungan sosial yang heterogen menjadi salah satu faktor penyebabnya. Hal ini jelas perlu mendapat perhatian, untuk sedikit membuka paradigma masyarakat Sunda di perkotaan untuk merubah sikap bahasa yang mereka miliki. Dari tidak loyal menjadi loyal, dari tidak bangga menjadi bangga, dan akhirnya memiliki kesadaran untuk berbahasa dengan cermat, santun, dan layak.
Faktor penyebab utama rendahnya minat masyarakat Sunda di perkotaan dalam menggunakan bahasa Sunda terletak pada anggapan mereka bahwa menggunakan bahasa Sunda itu sulit. Sehingga timbul perasaan takut salah ketika dirinya berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda. Takut diolok-olok jika salah menerapkan undak-usuk basa. Walaupun dia terlahir sebagai keturunan asli suku Sunda. Pola pikir dan cara pandang seperti inilah yang harus dirubah. Bahwa menggunakan bahasa Sunda itu tidaklah sulit jika kita mengetahui beberapa teori sederhana tentang bahasa Sunda.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan beberapa teori secara sederhana sebagai dasar untuk mempermudah menggunakan bahasa Sunda. Satu, cara mengucapkan kata-kata dalam bahasa Sunda. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Komunikasi akan berlangsunmg dengan baik jika kita dapat mengucapkan kata demi kata yang tersusun dalam sebuah kalimat secara jelas dan baik pula.
Pada umumnya kosa kata dalam bahasa Sunda terdiri dari huruf-huruf vokal. Banyak diantaranya dibentuk oleh dua huruf vokal yang beriringan (glotis). Contohnya: caang, taar, baal, tiis, miis, toong, sѐѐp dan sebagainya. Oleh karena itu, mengenal huruf-huruf vokal dalam bahasa Sunda akan memudahkan kita dalam mengucapkan kosa kata bahasa Sunda dengan baik.
Huruf vokal dalam bahasa Sunda terdiri dari tujuh huruf yaitu: a, i, u, e (pepet), ѐ (tѐlѐng), o, eu. Tiga huruf vokal diantaranya harus benar-benar dipahami agar tidak salah dalam pengucapannya, yaitu : e, ѐ, dan eu. Kesalahan yang sering terjadi adalah ketika seseorang mengucapkan kata-kata dalam bahasa Sunda yang mengandung ke-3 huruf vokal tersebut. Contoh:
1. e (pepet) : endog (telur) dalam kalimat " Endog téh peupeus ". ( Telurnya pecah )
2. é (téléng) : mésér (beli) dalam kalimat " Anita mésér buku " . ( Anita membeli
buku)
3. eu : beureum (merah) dalam kalimat " Anita nganggo acuk beureum ".
(Anita memakai baju merah)
Hal ini akan tergambar dengan jelas apabila kita mengucapkan kalimat “ Anita mѐsѐr endog ka Cicaheum.” (Anita membeli telur ke Cicaheum).
Untuk memudahkan pembacanya, beberapa kata dalam bahasa Sunda yang mengandung huruf vokal ѐ (télѐng) ditandai dengan tanda ( ́ ). Dalam bahasa Sunda dikenal dengan nama tanda curek. Tanda tersebut disimpan di atas huruf e (é). Contoh:
Si Bedegong gawéna ngan ngadingdiut waé di juru enggon. Sawaktu ditanya ku indungna, jawabanana téh cenah hayang balanja.
“ Manéh mah kawas awéwé baé maké hayang balanja sagala. Tapi mun teu salah mah kamari ieu milu ka Ema balanja? “ ceuk indungna kerung.
( Si Bedegong kerjaannya menangis terus di sudut kamar. Waktu Ibunya bertanya jawabannya ternyata ingin berbelanja.
“ kamu seperti perempuan saja ingin belanja segala. Kalau gak salah kemarin kamu ikut dengan Ema berbelanja? “ kata Ibunya sambil mengernyitkan dahi. )
( Galura, Edisi Minggu III Agustus 2008)
Kedua, cara menuliskan kata-kata dalam bahasa Sunda. Kesalahan mendasar yang sering ditemukan adalah ketika menuliskan beberapa kata yang mengandung huruf vokal eu. Contohnya:
1. jeng seharusnya jeung
2. ker seharusnya keur
3. berem seharusnya beureum
Kesalahan lain terjadi ketika seharusnya sebuah kata hanya ditulis dengan huruf e (pepet). Contohnya: sareung seharusnya sareng
wilujeung seharusnya wilujeng
Ketiga, menggunakan undak-usuk basa. Bahasa Sunda tidak dapat dipisahkan dari undak-usuk basa. Tetapi undak-usuk basa bukanlah satu-satunya hal dalam bahasa Sunda. Maksudnya adalah, kita dapat mulai belajar menggunakan undak-usuk basa setelah kita terbiasa menggunakan bahasa Sunda dalam kegiatan berkomunikasi. Dan undak-usuk basa Sunda sangatlah mudah untuk dipelajari. Tetapi, ketika kita belum sepenuhnya menguasai undak-usuk basa, tidak ada salahnya kita menggunakan kosa kata bahasa Sunda sesuai dengan kemampuan kita. Karena komunikasi pun akan terjalin seperti biasanya, walaupun kata-kata yang digunakan bersifat umum, belum sesuai dengan undak-usuk basa. Misalnya: ibak, emam, uih, bobo, bumi, dan lain-lain.
Kemahiran kita menggunakan undak-usuk basa Sunda tidak akan datang dengan sendirinya. Keinginan, kebiasaan, dan pengetahuan seseorang akan mempengaruhi kecepatannya terampil menggunakan undak-usuk basa. Sebagai pengetahuan dasar, kita dapat mencoba mempraktekkan beberapa kata dan kalimat di bawah ini, dengan urutan: basa loma (sedeng), untuk diri sendiri (lemes keur ka sorangan), untuk orang lain/yang dihormati (lemes ka batur):
1. Dahar - Neda - Tuang
“ Abdi neda sareng pais oncom” “ Ua Kasim nuju tuang.”
2. Indit - Mios - Angkat
“ Abdi mios ka sakola.” “ Bapa Lurah badé angkat ka kantor.”
3. Balik - Wangsul - Mulih
“ Abdi nembé wangsul ti sakola.” “ Ibu Juju nembé mulih ti Bali.”
4. Datang - Dongkap - Sumping
“ Abdi dongkap ka sakola tabuh 06.00.” “ Bapa Gubernur teu acan sumping”
5. Mawa
- Ngabantun
“ Abdi ngabantun buku ka perpustakaan.”
- Nyandak
“ Bapa Guru nyandak gitar.”
6. Imah
- Rorompok
“ Rorompok abdi mah di Cimindi.”
- Bumi
“ Bumina Pa Hadi di Jakarta.”
7. Mandi
- Mandi
“ Abdi badé mandi heula.”
-
- Siram
“ Aki nuju siram di jamban.”
8. Saré
- Mondok
“ Abdi mondok di hotél.”
- Kulem
“ Aki nuju kulem di kamar.”
9. Hayang
- Hoyong
“ Abdi mah hoyong jajan.”
- Palay
“ Aki palayeun nuang jeruk.”
10. Anak
- Pun anak
“ Pun anak mah nuju ujian.”
- Tuang putra
“ Saurna tuang putra téh lulus?”
11. Gering
- Udur
“ Abdi mah udur, teu sakola.”
- Teu damang
“ Pa Wasno mah teu damang.”
12. Incu
- Pun incu
“ Pun incu mah nembé lebet SD.”
- Tuang putu
“ Dupi Neng Mayang téh tuang putu? ”
13. Indung
- Pun biang
“ Pun biang mah nuju angkat.”
- Tuang ibu
“ Dupi tuang ibu téh teu damang? “
14. Heuay
- Heuay
“ Tunduh abdi mah heuay waé.”
- Angob
“ Aki Carlam katingalna angob waé.”
15. Kuku
- Kuku
“ Kuku téh meni harideung tos ngedukan runtah.”
- Tanggay
“ Tanggayna Enin Ratu mah meni hérang.”
16. Ramo
- Ramo
“ Ramo abdi mah marucuk eurih.”
- Réma
“ Rémana nganggo lélépén.”
Janganlah merasa takut salah untuk mulai menggunakan bahasa Sunda ketika kita berkomunkasi. Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Maka eksistensi bahasa Sunda akan punah jika masayarakat Sunda itu sendiri enggan menggunakannya.
Sebuah tantangan besar,
BalasHapushiji kanyataan yen urang sunda mah sok 'gengsi' cenah mun make basa sunda. Geuning jaman ayeuna mah urang sunda nu hirup di tatar sunda naha bet kacida .....na make teu ngabiasakeun basa sunda di lingkungan kulawargana atuh kantenan we .... meureun 'genersi penerus'na teu kadidik jadi urang sunda.
Sok sirik da lamun mendakan urang 'jawa' komo deui nu aya di pangumbaraan, bisa dipastikeun basa nu dipake teh basa jawa. Dina hiji kulawarga mun indungna atawa bapana urang jawa pasti anakna bisa basa jawa.
Kumaha atuh ? ............
Upaya untuk terus melestarikan budaya dan bahasa Sunda terutama, perlu terus dilakukan. Keberanian untuk tetap menggunakan bahasa Sunda dalam berbagai media seperti FB yang selama ini dilakukan Hena patut diteladani di saat kita digempur dengan berbagai persoalan yang banyak bersumber dari 'barat' jangan sampai ada kesan bahwa SUNDA itu 'lokal' dan 'jauh dari kemajuan'.
Mungkin blog ini perlu lebih disosialisasikan dan Hena lebih produktif menulis.
Terus berkarya !!!
amin, pidu'ana, a toto! hatur nuhun kana apresiasina
Hapus