Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Jumat, 22 Oktober 2010

PELAKSANAAN HUBUNGAN KONSELING (HELPING RELATIONSHIP)

PELAKSANAAN HUBUNGAN KONSELING (HELPING RELATIONSHIP)

oleh Hena Sumarni,11 Juli 2010 

Keterampilan melaksanakan hubungan konseling hendaknya tidak hanya dimiliki oleh guru BP saja. Semua guru termasuk di dalamnya guru mata pelajaran seyogyanya menguasai keterampilan melaksanakan bimbingan konseling ini. Setiap mata pelajaran tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Mulai dari bahan ajar, metode, tingkat kesukaran, kompetensi yang harus dicapai serta hal-hal mendasar lainnya yang berhubungan dengan kurikulum sebuah mata pelajaran. Hal ini tentu disikapi secara berbeda-beda oleh subyek didik. Dalam kondisi inilah tercipta sebuah interaksi antara individu yang satu dengan individu lainnya. Dan ketika interaksi itu tercipta maka di sanalah seharusnya tercipta hubungan yang saling menguntungkan. Simbiosis mutualisma.
Simbiosis mutualisma yang dimaksud dalam konteks ini adalah hubungan yang terjalin secara menguntungkan bagi subyek didik dan menguntungkan pula bagi pendidiknya. Ketika pendidik dengan penuh semangat menyampaikan uraian materi pelajaran, akan sangat diuntungkan jika subyek didik yang dihadapi memberikan tanggapan dengan sebaik-baiknya. Bila tolak ukurnya adalah tingkat ketuntasan, maka tanggapan terbaik siswa atas materi pelajaran yang diterimanya adalah menunjukan angka prosentase 100%. Tetapi, bagaimanakah jika kenyataan di lapangan menunjukan hal yang sebaliknya?
Dalam konteks situasi seperti inilah keterampilan pelaksanaan hubungan konseling diperlukan oleh guru mata pelajaran. Karena pemecahan masalah kesulitan belajar hanya akan berjalan secara efektif jika guru mata pelajaran yang bersangkutanlah yang menyelesaikannya. Guru mata pelajaran akan dapat bekerja secara terarah agar tepat sasaran.
Secara umum, bimbingan konseling bertujuan untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membantu setiap individu yang membutuhkannya. Beberapa bidang atau profesi yang melakukan hubungan konseling antara lain adalah: dunia kedokteran/kesehatan, perusahaan dan industri, serta bidang pendidikan. Pada umumnya, bidang pendidikan selalu berintikan pada kegiatan bimbingan. Bimbingan dilaksanakan agar anak didik menjadi kreatif, produktif, dan mandiri. Dengan kata lain, pendidikan berupaya untuk mengembangkan individu anak. Hal-hal yang termasuk ke dalam perkembangan individu anak meliputi segala aspek dalam diri anak, yakni: intelektual, moral, sosial, kognitif, dan emosional. Dan kegiatan bimbingan dan konseling adalah suatu upaya untuk membantu perkembangan aspek-aspek tersebut menjadi optimal, harmonis, dan sewajarnya. Selanjutnya diharapkan tercipta sebuah relasi, yakni relasi pendidikan antara pendidik dan subyek didik. Relasi pendidikan antara pendidik dan subyek didik merupakan hubungan yang membantu karena selalu diupayakan agar ada motivasi pendidik untuk mengembangkan potensi anak didik dan membantu subyek didik memecahkan masalahnya.
Masalah yang dihadapi anak didik, hubungannya dengan mata pelajaran atau bidang studi adalah meliputi hal-hal sebagai berikut: tidak menyukai mata pelajaran tertentu, tidak menyukai guru tertentu, sulit memahami materi yang diajarkan, kurangnya konsentrasi pada waktu belajar, lingkungan kelas yang kurang mendukung, anggota kelompok yang tidak kooperatif dan sebagainya. Tentu saja hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Harus dicari sebuah upaya untuk menanggulanginya. Dengan melaksanakan bimbingan konseling inilah upaya-upaya memecahkan masalah yang dihadapi siswa dapat dilakukan.
Menurut Arthur J. Jones (1970), bimbingan dapat diartikan sebagai “ the help given by one person to another in making choices and adjustment and in solving problems”. Pemberian bantuan kepada seseorang dalam memecahkan masalah-masalahnya. Sebuah pernyataan yang sangat sederhana tetapi sarat dengan makna. Ada dua unsur yang terlibat secara langsung dalam proses bimbingan tersebut, yaitu pembimbing (pendidik) dan terbimbing (subyek didik).
Sebagai langkah awal dalam kegiatan helping relationship adalah memahami klien. Klien adalah semua individu yang diberi bantuan secara profesional oleh seorang konselor (pembimbing) baik atas permintaan dirinya sendiri ataupun pihak lain. Hubungannya dengan yang sering kita temukan di lapangan adalah klien yang kita hadapi klien yang diberi bantuan bukan atas dasar permintaannya sendiri, melaikan atas permintaan orang lain terutama kita sebagai pengajar mata pelajaran yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, kita sebagai guru mata pelajaran, harus memiliki keterampilan tertentu agar proses konseling berjalan secara kondusif, produktif, kreatif dan menunjukan hasil yang baik. Dengan kata lain proses konseling berjalan dengan sukses. Menurut Shertzer and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan dan kegagalan proses konseling ditentukan oleh tiga hal, yakni: kepribadian klien, harapan klien, dan pengalaman/pendidikan klien.
Kepribadian klien sangat berperan penting untuk menentukan keberhasilan proses konseling. Aspek-aspek kepribadian klien seperti: sikap, emosi, intelektual, dan motivasi perlu mendapatkan perhatian dengan sebaik-baiknya. Seorang klien yang cemas ketika sedang berhadapan dengan konselor akan terlihat dari prilakunya. Seorang konselor yang baik tentu harus berusaha menentramkan kecemasan kliennya dengan berbagai cara. Dalam istilah konseling dikenal dengan sebutan teknik attending yaitu keterampilan menghampiri, menyapa, dan membuat klien betah dan mau berbicara dengan konselor. Ataupun bisa dengan cara mengungkapkan perasaan-perasaan cemas kliennya semaksimal mungkin dengan cara menggali atau mengeksplorasi, sehingga keluar dengan leluasa bahkan mungkin sampai klien tersebut mengeluarkan air mata, sehingga klien dapat mencurahkan semua permasalahan yang dihadapinya kepada konselor.
Harapan klien. Dapat diartikan sebagai adanya kebutuhan yang ingin terpenuhi melalui proses konseling. Pada umumnya, harapan klien terhadap proses konseling adalah untuk memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban dan mencari solusi dari persoalan yang sedang dialami serta mendapatkan petunjuk dan arahan bgaimana dirinya menjadi lebih baik dan lebih berkembang. Sebagai konselor yang baik, tentu kita harus pandai dan terampil mengarahkan dan memupuk harapan terbimbing (subyek didik) ke arah yang lebih realistis. Bahwa dengan melakukan bimbingan diharapkan dapat menjadi jalan merubah dirinya ke arah yang lebih baik.
Pengalaman dan pendidikan klien. Pengalaman dan pendidikan klien merupakan faktor yang turut menentukan keberhasilan proses konseling. Dengan pengalaman dan pendidikan tersebut, klien akan lebih mudah menggali dirinya sehingga persoalannya makin jelas dan upaya pemecahannya makin terarah. Pengalaman klien dalam kegiatan konseling bisa digali melalui kegiatan berkomunikasi, seperti wawancara dan berdiskusi sehingga klien secara terbuka mau menceritakan semua permasalahan yang dihadapinya.
Dengan demikian konselor akan dapat terbantu dalam merumuskan dan menentukan langkah selanjutnya yang diperlukan oleh klien untuk menunjang keberhasilan proses konseling. Dari ketiga hal yang telah diuraikan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa tahap-tahap konseling dapat dilakukan seperti di bawah ini:
Tahap awal. Meliputi kegiatan attending (keterampilan menghampiri, menyapa, dan membuat klien betah dan mau berbicara dengan konselor), empati primer dan advance ( berempati terhadap masalah yang dihadapi klien), refleksi perasaan ( upaya untuk menangkap perasaan, pikiran, dan pengalaman klien kemudian merefleksikannya kembali pada klien), eksplorasi perasaan, pengalaman dan ide, menangkap ide-ide/pesan-pesan utama, bertanya terbuka, mendefinisikan masalah bersama klien, dorongan minimal (minimal encouragement).
Tahap pertengahan. Teknik yang dibutuhkan pada tahap ini adalah: memimpin (leading), memfokuskan (focusing), mendorong (supporting), menginformasikan (informing), memberi nasehat (advising), menyimpulkan sementara (summarizing), dan bertanya terbuka (open question).
Tahap ahir. Tahap ini disebut tahap konseling (action). Teknik yang dapat digunakan pada tahap ini adalah: menyimpulkan, memimpin, merencanakan, mengevaluasi dan mengakhiri proses konseling.

Sumber: KONSELING INDIVIDUAL
Teori dan Praktek
Prof. DR. Sofyan S. Willis
Penerbit ALFABETA BANDUNG – 2007

(Ditranslate  kana basa Sunda, Mangle-No. 2287 1-6 September 2010)

NULIS SISINDIRAN SALAH SAHIJI CARA PIKEUN NGAWANOHKEUN BASA SUNDA

"NULIS SISINDIRAN" SALAH SAHIJI CARA PIKEUN NGAWANOHKEUN BASA SUNDA

(MANGLE, NO. 2284, 12-18 AGUSTUS 2010)

oleh Hena Sumarni ,25 Juli 2010 
Geus jadi “rahasia” umum, lamun pangajaran Basa Sunda cenah kurang dipikaresep ku parasiswa. Di unggal tingkatan deuih, ti mimiti tingkat SD, SMP nepi ka SMA. Kitu deui eksistensi jeung kamekaran basa Sunda, sacara umum cenah mantak pikasalempangeun pisan. Pada mikapaur, basa Sunda tѐh sieun tuluy tumpur, ilang kagerus majuna “peradaban” tur tѐknologi. Tapi naon anu dipikasalempang tѐh sabenerna mah bisa diungkulan ku mangrupa-rupa cara. Salah sahijina ku cara ngaronjatkeun kreativitas guru-guruna dina ngalaksanakeun KBM. Minangka salah sahiji mѐdia anu kapeunteun representatif pikeun dipakѐ tolak ukur jeung “pembuktian” yѐn basa Sunda tѐh masih padamikaresep ku parasiswa, sim kuring ngayakeun panalungtikan “leuleutikan” kana hasil ngajarkeun kompetensi dasar “Nulis Sisindiran”, di kelas VIII SMP Negeri 7 Cimahi taun ajaran 2009/2010.
Sim kuring manggihan leuwih ti 200 siki sisindiran au nyumponan kana palanggeran nulis sisindiran, nyaéta: sapadana aya opat jajar, jumlah engangna dalapan, murwakanti, aya cangkang jeung eusi. Kalolobaanana dina wangun paparikan jeung rarakitan. Ditilik tina kekecapan anu digunakeun, sisindiran anu kapanggih téh lolobana ngagunakeun kecap-kecap anu sapopoé biasa digunakeun ku maranéhna (para siswa SMP) dina ngayakeun komunikasi ku basa Sunda. Bisa disebutkeun basa Sundana téh kapangurahan ku kecap-kecap dina basa asing, saperti: film, sinema, jalan-jalan, jéli, tato, artis jeung réa-réa deui. Nya ahirna, meureun sangkan maranéhna tetep ngarasa kataji kana kasundaaan nepi ka bubuk leutikna, guru kudu nuturkeun ragam kecap anu aya dina tataran pangaweruh siswa. Lain siswa anu dipaksa kudu bisa nuturkan gaya nyarita, kekecapan, tata kalimat jeung pangaweruh kabahasaan séjénna luyu jeung paélmuan anu salila ieu ku guru diulik dina tataran paelmuan sacara akademis.
Minangka pangbanding, dina segi kekecapan anu digunakeun, antara sisindiran anu aya dina buku-buku pangdeudeul pangajaran basa Sunda, lalaguan jeung hasil sisindiran parasiswa anu ku sim kuring kapendak, ieu di handap seja kapidangkeun sababaraha contona:

1. Dina ‘Peperenian’ :
a. paparikan anu eusina piwuruk:
ka kulah nyiar kapiting
ngocok lobak bobodasna
ulah sok liar ti peuting
osok loba gogodana
b. paparikan anu eusina silih asih
pucuk tiwu akar bangban
amis mata di susukan
mun rék milu geura dangdan
cimata geura susutan
c. paparikan anu eusina sésébréd
cikur jangkung jahé konéng
lampuyang pamura beuteung
rarasaan jangkung konéng
puguh mah bureuteu hideung

2. Rarakitan
a. rarakitan anu eusina piwuruk
lamun urang ka Cikolé
moal hésé tumpak kahar
lamun urang boga gawé
moal hésé barangdahar
b. rarakitan anu eusina silih asih
sapanjang jalan Soréang
moal weléh diaspalan
sapanjang tacan kasorang
moal weléh diakalan
c. rarakitan anu eusina sésébréd
majar manéh cengkéh konéng
kulit peuteuy dina nyiru
majar manéh lengkéh konéng
kulit beuteung meni nambru

3. Dina lalaguan:
bubuy bulan sanggray béntang
panon poé disasaté
unggal bulan abdi téang
unggal poé ogé hadé

kaso pondok kaso panjang
kaso ngaroyong ka jalan
sono mondok sono nganjang
sono patepang di jalan

akang haji sorban palid
palidna ka Cikapundung
kang haji kunaon balik
balikna da ulah pundung



Urang sadayana tos pada-pada uninga, yén sisindiran téh kabagi jadi tilu bagian, nyaéta: (1)
paparikan, (2) rarakitan jeung (3) wawangsalan. Kalolobaanana, hasil sisindiran anu ditulis ku parasiswa téh dina wangun paparikan jeung rarakitan. Ieu di handap ku sim kuring dipidangkan sabagian tina hasil nulis sisindiran parasiswa SMP luyu jeung maksudna masing-masing:
1. paparikan:
a. Paparikan anu eusina piwuruk

Jalan-jalan sareng Ramji
Mésér wortel sareng Rina
Lamun hayang réngking hiji
Kudu getol diajarna

Jalan-jalan ka Sumedang
Entong poho meuli tahu
Maca kur’an jeung Pa Endang
Tong poho solat nu tangtu

Mang Mumun ka Cisarua
Pas balik aya Mang Dodo
Lamun getol diajarna
Pasti moal jadi bodo

Marlina kabogoh Tompél
Tompélna ngaca di Aan
Tibatan moho ka novel
Mending ogé maca kur’an

b. Paparikan anu eusina silih asih

tabuh tilu adan asar
hujan gedé meni tiris
poho nginum poho dahar
émut bae ka nu geulis

di solokan aya beurit
tos nongton film sinéma
moal sieun ku diarit
lamun kabogoh ngadua

poé saptu poé minggu
jalan-jalan ka Cinangka
saha itu nu di juru
meni kasép katingalna

meuli kéré Maésaroh
cara-cara jadi Caka
nyeri haté ku kabogoh
gara-gara salah sangka




c. paparikan nu eusina banyol

lumpat tarik éta kuda
aya cai meni tiis
kudu resep basa Sunda
da guruna ciga artis

meuli paku ka Mang Hara
balik-balik meuli roti
ngaku-ngaku Manohara
padahal ciga Po Ati

ka Cipasung meuli ali
mawa piring wadah peuyeum
buuk rancung maké jéli
sok sering digembrong sireum

dina panto aya kuya
rék dicolok mun teu poho
ieu tato lain gaya
ngarah borok teu katempo

2. Rarakitan

Lamun gasing hayang muter
Tinggal bedol panarikna
Lamun jadi hayang pinter
Tinggal getol diajarna

Ti isuk dijajar-jajar
Ti beurang di ka parakeun
Ti isuk rajin diajar
Ti beurang rajin ngapalkeun

Ti beurang diomé-omé
Ti peuting mastaka jangar
Ti beurang ngan ulin baé
Ti peuting tara diajar

Ti leutik dijajar-jajar
Engké gedé tumpak kahar
Ti leutik diajar sabar
Engké gede jadi beunghar

Nilik kana kekecapan anu digunakeun, saupama dibandingkeun jeung kekecapan dina sisindiran anu geus disebutkeun di luhur, jauh pisan bédana. Perbédaanana ngawengku hal-hal saperti: ragam kecap, tata kalimat sarta strukturna. Tapi, sok sanajan kitu, tina sajumlahing hasil sisindiran parasiswa, bisa dicindekeun yén karep siswa SMP kana diajar basa Sunda téh kawilang luhur.



Nu kudu diperhatikeun satuluyna meureun kumaha ngahasilkeun kurikulum, hususna pikeun ngajarkeun basa Sunda anu luyu jeung kanyataan di lapangan, nyaéta barobahna ragam kecap, gaya nyarita, tata kalimat jeung pola gaul parasiswa dina komunitas Sunda mangsa kiwari tanpa ngarobah ragam kecap, stuktur kalimat, sarta tata bahasa Sunda nu sakuduna.


Sumber:
1. Majalah Pendidikan UPI, CAHARA BUMI SILIWANGI, No. 2, April 2009
2. PEPERENIAN, Geger Sunten Bandung, 1993

Ada Apa Dengan Bahasa Sunda? 17 April 2010

Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Melalui kegiatan berbahasa manusia dapat saling berkomunikasi, berbagi pengalaman, saling belajar, bertukar pendapat, mengemukakan gagasan-gagasan dan keinginannya.

Sebagai alat komunikasi, bahasa mempunyai komunitas penutur tertentu. Begitu pula halnya dengan bahasa Sunda. Bahasa Sunda merupakan bahasa ibu (native language) bagi masyarakat Sunda. Baik yang berdomisili di lingkungan pemerintahan Provinsi Jawa Barat ataupun yang tersebar di luar wilayah Provinsi Jawa Barat bahkan hingga mancanegara.

Dengan jumlah penutur yang terhitung banyak, bahasa Sunda termasuk bahasa adaerah terbesar kedua di Indonesia setelah bahasa Jawa. Eksistensi bahasa Sunda sebagai bahasa daerah memberi sumbangsih yang sangat besar untuk kekayaan khazanah kosa kata bahasa nasional kita yaitu bahasa Indonesia. Oleh karena itu, keberadaannya dilindungi oleh UUD 1945, Bab XV, Penjelasan Pasal 36 yang menyebutkan bahwa “ Bahasa-bahasa daerah yang dipelihara oleh rakyatnya akan dipelihara dan dihargai oleh negaranya.”

Untuk lebih menegaskan eksistensi bahasa Sunda, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan peraturan daerah yaitu Peraturan Daerah Nomer 5 Tahun 2003 tentang “ Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Aksara Daerah.” Dua hal tersebut di atas menjadi payung hukum yang kuat, baik bagi masyarakat Sunda, Pemerintahannya dan bahasa Sunda itu sendiri.

Sebagian besar komunitas penutur bahasa Sunda merupakan masyarakat pedesaan yang tersebar di seluruh pelosok wilayah Provinsi Jawa Barat. Secara umum, pada kategori ini komunitas penutur mempunyai sikap bahasa (language attitude) yang masih sangat baik. Sikap bahasa itu meliputi kesetiaan bahasa (language loyalty), kebanggaan bahasa (language pride), dan kesadaran akan adanya norma bahasa (awareness of the norm). (Garrin dan Mathiot, 1968: dalam Pengantar Awal Sosiolinguistik, Drs. Suwito).

Kesetiaan bahasa dapat dilihat dari sikap masyarakat penutur yang mempertahankan kemandirian bahasanya. Ia akan cenderung menggunakan kata-kata, struktur kalimat dan intonasi yang khas ketika berkomunikasi dengan komunitas penutur bahasa lain. Kekhasan tersebut dapat berupa kata-kata tertentu yang menandai dari etnis mana penutur tersebut berasal. Bagi orang Sunda, kata-kata seperti mah, tѐh, tѐa,
kѐtang, dan sebagainya yang digunakan ketika ia melakukan komunikasi menggunakan bahasa lain merupakan tanda kesetiaan bahasanya. Begitu pula dengan kata ndak dan inda pada bahasa Jawa dan Padang yang berarti tidak.

Kebanggaan bahasa merupakan sikap seseorang atau sekelompok orang yang menjadikan bahasanya sebagai lambang identitas. Pada era global seperti sekarang ini, hal tersebut rupanya mengilhami beberapa orang untuk dijadikan mata pencaharian terutama di bidang entertain. Banyak artis dan selebritis yang menjadikan bahasanya sebagai identitas, trade mark, yang membedakan ia dengan orang lain. Misalnya seperti: Ida Kusumah, Ki Daus, Abah Us Us, Sule Steven dan sebagainya. Mereka mendapatkan dua keuntungan, spirituil dan materil. Keuntungan spirituil bagi mereka terlihat dalam perwujudan rasa bangga ketika menjadi bagian dari penutur bahasa daerahnya. Sedangkan keuntungan materil mereka dapatkan dengan cara mengkomersilkan kekhasan tuturan dalam menggunakan bahasa daerahnya.

Kondisi komunitas penutur yang masih memiliki sikap bahasa yang baik dan konsisten terjadi pada masyarakat pedesaan.
Masalah yang kompleks terjadi pada komunitas penutur bahasa Sunda di perkotaan. Lingkungan sosial yang heterogen menjadi salah satu faktor penyebabnya. Hal ini jelas perlu mendapat perhatian, untuk sedikit membuka paradigma masyarakat Sunda di perkotaan untuk merubah sikap bahasa yang mereka miliki. Dari tidak loyal menjadi loyal, dari tidak bangga menjadi bangga, dan akhirnya memiliki kesadaran untuk berbahasa dengan cermat, santun, dan layak.

Faktor penyebab utama rendahnya minat masyarakat Sunda di perkotaan dalam menggunakan bahasa Sunda terletak pada anggapan mereka bahwa menggunakan bahasa Sunda itu sulit. Sehingga timbul perasaan takut salah ketika dirinya berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda. Takut diolok-olok jika salah menerapkan undak-usuk basa. Walaupun dia terlahir sebagai keturunan asli suku Sunda. Pola pikir dan cara pandang seperti inilah yang harus dirubah. Bahwa menggunakan bahasa Sunda itu tidaklah sulit jika kita mengetahui beberapa teori sederhana tentang bahasa Sunda.

Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan beberapa teori secara sederhana sebagai dasar untuk mempermudah menggunakan bahasa Sunda. Satu, cara mengucapkan kata-kata dalam bahasa Sunda. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Komunikasi akan berlangsunmg dengan baik jika kita dapat mengucapkan kata demi kata yang tersusun dalam sebuah kalimat secara jelas dan baik pula.

Pada umumnya kosa kata dalam bahasa Sunda terdiri dari huruf-huruf vokal. Banyak diantaranya dibentuk oleh dua huruf vokal yang beriringan (glotis). Contohnya: caang, taar, baal, tiis, miis, toong, sѐѐp dan sebagainya. Oleh karena itu, mengenal huruf-huruf vokal dalam bahasa Sunda akan memudahkan kita dalam mengucapkan kosa kata bahasa Sunda dengan baik.

Huruf vokal dalam bahasa Sunda terdiri dari tujuh huruf yaitu: a, i, u, e (pepet), ѐ (tѐlѐng), o, eu. Tiga huruf vokal diantaranya harus benar-benar dipahami agar tidak salah dalam pengucapannya, yaitu : e, ѐ, dan eu. Kesalahan yang sering terjadi adalah ketika seseorang mengucapkan kata-kata dalam bahasa Sunda yang mengandung ke-3 huruf vokal tersebut. Contoh:
1. e (pepet) : endog (telur) dalam kalimat " Endog téh peupeus ". ( Telurnya pecah )
2. é (téléng) : mésér (beli) dalam kalimat " Anita mésér buku " . ( Anita membeli
buku)
3. eu : beureum (merah) dalam kalimat " Anita nganggo acuk beureum ".
(Anita memakai baju merah)

Hal ini akan tergambar dengan jelas apabila kita mengucapkan kalimat “ Anita mѐsѐr endog ka Cicaheum.” (Anita membeli telur ke Cicaheum).
Untuk memudahkan pembacanya, beberapa kata dalam bahasa Sunda yang mengandung huruf vokal ѐ (télѐng) ditandai dengan tanda ( ́ ). Dalam bahasa Sunda dikenal dengan nama tanda curek. Tanda tersebut disimpan di atas huruf e (é). Contoh:
Si Bedegong gawéna ngan ngadingdiut waé di juru enggon. Sawaktu ditanya ku indungna, jawabanana téh cenah hayang balanja.
“ Manéh mah kawas awéwé baé maké hayang balanja sagala. Tapi mun teu salah mah kamari ieu milu ka Ema balanja? “ ceuk indungna kerung.
( Si Bedegong kerjaannya menangis terus di sudut kamar. Waktu Ibunya bertanya jawabannya ternyata ingin berbelanja.
“ kamu seperti perempuan saja ingin belanja segala. Kalau gak salah kemarin kamu ikut dengan Ema berbelanja? “ kata Ibunya sambil mengernyitkan dahi. )
( Galura, Edisi Minggu III Agustus 2008)

Kedua, cara menuliskan kata-kata dalam bahasa Sunda. Kesalahan mendasar yang sering ditemukan adalah ketika menuliskan beberapa kata yang mengandung huruf vokal eu. Contohnya:
1. jeng seharusnya jeung
2. ker seharusnya keur
3. berem seharusnya beureum
Kesalahan lain terjadi ketika seharusnya sebuah kata hanya ditulis dengan huruf e (pepet). Contohnya: sareung seharusnya sareng
wilujeung seharusnya wilujeng

Ketiga, menggunakan undak-usuk basa. Bahasa Sunda tidak dapat dipisahkan dari undak-usuk basa. Tetapi undak-usuk basa bukanlah satu-satunya hal dalam bahasa Sunda. Maksudnya adalah, kita dapat mulai belajar menggunakan undak-usuk basa setelah kita terbiasa menggunakan bahasa Sunda dalam kegiatan berkomunikasi. Dan undak-usuk basa Sunda sangatlah mudah untuk dipelajari. Tetapi, ketika kita belum sepenuhnya menguasai undak-usuk basa, tidak ada salahnya kita menggunakan kosa kata bahasa Sunda sesuai dengan kemampuan kita. Karena komunikasi pun akan terjalin seperti biasanya, walaupun kata-kata yang digunakan bersifat umum, belum sesuai dengan undak-usuk basa. Misalnya: ibak, emam, uih, bobo, bumi, dan lain-lain.

Kemahiran kita menggunakan undak-usuk basa Sunda tidak akan datang dengan sendirinya. Keinginan, kebiasaan, dan pengetahuan seseorang akan mempengaruhi kecepatannya terampil menggunakan undak-usuk basa. Sebagai pengetahuan dasar, kita dapat mencoba mempraktekkan beberapa kata dan kalimat di bawah ini, dengan urutan: basa loma (sedeng), untuk diri sendiri (lemes keur ka sorangan), untuk orang lain/yang dihormati (lemes ka batur):
1. Dahar - Neda - Tuang
“ Abdi neda sareng pais oncom” “ Ua Kasim nuju tuang.”
2. Indit - Mios - Angkat
“ Abdi mios ka sakola.” “ Bapa Lurah badé angkat ka kantor.”


3. Balik - Wangsul - Mulih

“ Abdi nembé wangsul ti sakola.” “ Ibu Juju nembé mulih ti Bali.”
4. Datang - Dongkap - Sumping
“ Abdi dongkap ka sakola tabuh 06.00.” “ Bapa Gubernur teu acan sumping”
5. Mawa
- Ngabantun
“ Abdi ngabantun buku ka perpustakaan.”
- Nyandak
“ Bapa Guru nyandak gitar.”

6. Imah
- Rorompok
“ Rorompok abdi mah di Cimindi.”
- Bumi
“ Bumina Pa Hadi di Jakarta.”
7. Mandi
- Mandi
“ Abdi badé mandi heula.”
-
- Siram
“ Aki nuju siram di jamban.”
8. Saré
- Mondok
“ Abdi mondok di hotél.”
- Kulem
“ Aki nuju kulem di kamar.”
9. Hayang
- Hoyong
“ Abdi mah hoyong jajan.”
- Palay
“ Aki palayeun nuang jeruk.”
10. Anak
- Pun anak
“ Pun anak mah nuju ujian.”
- Tuang putra
“ Saurna tuang putra téh lulus?”
11. Gering
- Udur
“ Abdi mah udur, teu sakola.”
- Teu damang
“ Pa Wasno mah teu damang.”
12. Incu
- Pun incu
“ Pun incu mah nembé lebet SD.”
- Tuang putu
“ Dupi Neng Mayang téh tuang putu? ”
13. Indung
- Pun biang
“ Pun biang mah nuju angkat.”
- Tuang ibu
“ Dupi tuang ibu téh teu damang? “
14. Heuay
- Heuay
“ Tunduh abdi mah heuay waé.”
- Angob
“ Aki Carlam katingalna angob waé.”
15. Kuku
- Kuku
“ Kuku téh meni harideung tos ngedukan runtah.”
- Tanggay
“ Tanggayna Enin Ratu mah meni hérang.”
16. Ramo
- Ramo
“ Ramo abdi mah marucuk eurih.”
- Réma
“ Rémana nganggo lélépén.”

Janganlah merasa takut salah untuk mulai menggunakan bahasa Sunda ketika kita berkomunkasi. Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Maka eksistensi bahasa Sunda akan punah jika masayarakat Sunda itu sendiri enggan menggunakannya.